RANI DWI MARYANTI (2015.82.0048)
BSD 4
A.
Hakikat Kurikulum
Istilah “kurikulum”memiliki berbagai tafsiran yang dirumuskan oleh pakar-pakar dalam
bidang pengembangan kurikulum sejak dulu sampai dengan dewasa ini.
Tafsiran-tafsiran tersebut berdeda-beda satu dengan lainnya, sesuai dengan
titik berat inti dan pandangan dari pakar bersangkutan. Istilah kurikulum
berasal dari bahasa latin, yakni “Curriculae” artinya jarak yang harus ditempuh
seseorang pelari. Pada waktu itu, pengertian kurikulum ialah jangka waktu
pendidikan yang harus ditempuh oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh
ijazah. Dalam hal ini, ijazah pada hakikatnya merupakan suatu bukti, bahwa
siswa telah menempuh kurikulum yang berupa rencana pelajaran, sebagaimana
halnya seorang pelari telah menempuh suatu jarak antara satu tempat ke tempat
lainnya dan akhirnya mencapai finish.
Dengan kata lain, suatu kurikulum dianggap sebagai jenbatan yang sangat penting
untuk mencapai titik akhir dari suatu perjalanan dan ditandai oleh perolehan
suatu ijazah tertentu. Beberapa tafsiran lainnya dikemukakan berikut ini
(Hamalik, 2008:16-17).
Kurikulum
memuat isi dan materi pelajaran. Kurikulum ialah sejumlah mata
ajaran yang harus ditempuh dan dipelajari oleh siswa untuk memperoleh sejumlah
pengetahuan. Mata ajaran (subject matter)
dipandang sebagai pengalaman orang tua atau orang-orang pandai masa lampau,
yang telah disusun secara sistematis dan logis. Misalnya, bakat pengalaman dan
penemuan-penemuan masa lampau, maka diadakan pemilihan dan selanjutnya disusun
secara sistematis, artinya menurut urutan tertentu, dan logis, artinya dapat
diterima oleh akal dan pikiran. Mata ajaran tersebut mengisi materi pelajaran
yang disampaikan kepada siswa, sehingga memperoleh sejumlah ilmu pengetahuan
yang berguna baginya. Semakin banyak pengalaman dan penemuan-penemuan maka
semakin banyak pula mata ajaramn yang harus disusun dalam kurikulum dan harus
dipelajari oleh siswa disekolah (Hamalik, 2008:16-17).
Ditinjau dari asal katanya, kurikulum berasal dari bahasa yunani yang
mula-mula digunakan dalam bidang olah raga, yaitu kata currure yang berarti jarak tempuh lari. Dalam kegiatan berlari
tentu saja ada jarak yang harus ditempuh mulai dari start sampai dengan finish. Jarak dari start sampai dengan finish disebut
currure. Atas dasar tersebut pengertian kurikulium diterapkan
dalam bidang pendidikan.
Banyak ahli pendidikan dan ahli kurikulum yang membatasi pengertian
kurikulum beberapa definisi tersebut dirumuskan dengan berbeda meskipun pada
initinya terkandung maksud yang sama. Sebagai gambaran ada beberapa pengertian
kurukulum yang dikembangkan oleh bebrapa orang ahli. Hilda, Taba dalam bukunya,
Curriculum Development, Theory and
Practice (1962), mendefinisikan kurikulum sebagai a plan for learning. J.F
Kerr (1966) mendefinisikan kurikulum sebagai :
“ All the learning which is planned
or guided by the school, whether it is carried on in groups or individually,
inside of or outside the school”.
Definisi yang lebih kompleks tentang kurikulum dikemukakan oleh Rene Ochs
(1964) yang dikutipoleh Ariech Lewy (1970) sebagai berikut:
This term
often to design aqually a programme for a given subject matter for the entire
cycle or even the whole range of cycles. Further, the term curriculum is
somestimes used in a wider sense to cover the various educational activities
through which the content is conveyed as well as materials used and methods
employed.
Dari ketiga definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kurikulum merupakan
aktivitas dan kegiatan belajar yang direncanakan, diprogramkan bagi peserta
didik di bawah bimbingan sekolah, baik di dalam maupun luar sekolah. Atas dasar
tersebut secara oprasional kurikulum dapat didefinisikan sebagai berikut.
1. Suatu bahan tertulis yang berisi uraian tentang program pendidikan suatu
sekolah yang dilaksanakan dari tahun ke tahun;
2. Bahan tertulis yang dimaksudkan untuk digunakan guru dalam melaksanakan
pengajaran untuk siswa-siswanya;
3. Suatu usaha untuk menyampaikan asas dan ciri terpenting dari suatu rencana
pendidikan dalam bentuk sedemikian rupa sehingga dapat dilaksanakan guru di
sekolah;
4. Tujuan-tujuan pengajaran, pengalaman belajar, alat-alat belajar dan cara-cara
penilaian yang direncanakan dan digunakan dalam pendidikan; dan
5. Suatu program berpendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu.
Definisi tersebut dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu
kurikulum sebagai program yang direncanakan dan dilaksanakan di sekolah serta
kurikulum sebagai program yang direncanakan dan dilaksanakan secara nyata di kelas.
Ada pakar kurikulum yang
mengutarakan bahwa “kurikulum mencakupi maksud, tujuan, isi, proses, sumber
daya, dan sarana-sarana evaluasi bagi semua pengalaman belajar yang
direncanakan bagi para pembelajar baik di dalam maupun di luar sekolah dan
masyarakat melaluipengajaran kelas dan program-program terkait”, dan
selanjutnya membatasi “silabus sebagai suatu pernyataan mengenai rencana bagi
setiap bagian kurikulum menesampingkan unsure evaluasi kurikulum itu sendiri;…
silabus hendaknya dipandang dalam konteks proses pengembangan kurikulum yang
sedang berlangsung” (Robertson 1971: 584; Shaw 1977 dalam Tarigan, 1993:5).
Selain itu, masih terdapat
bermacam-macam pengertian diberikan kepada istilah kurikulum. Ada pengertian
yang sangat luas dan sebaliknya terdpat pengertian yang sempit. Perkataan
kurikulum bukan perkataan Indonesia asli, tetapi berasal dari bahasa asing,
yaitu bahasa Yunani. Di dalam kamus Webster dalam Team Pembina Mata Kuliah
Didaktik Metodik (1995:97) terdapat beberapa arti dari kurikulum, di antaranya
yaitu sebagai berikut.
1. Tempat berlomba, jarak yang harus ditempuh
pelari kereta lomba.
2. Pelajaram-pelajaran tertentu yang diberikan di sekolah atau perguruan tinggi
yang ditujukan untuk mencapai suatu tingkat atau ijazah.
3. Keseluruhan pelajaran yang diberikan dalam suatu lembaga pendidikan.
Lazimnya, kurikulum dipandang
sebagai suatu rencana yang disusun untuk melancarkan proses belajar-mengajar di
bawah bimbingan dan tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikan berserta
staf pengajarnya (Nasution, 2006:5). Pengertian kurikulum yang lebih luas
kemudian diberikan oleh para pendidikan yaitu “segala usaha sekolah untuk
memengaruhi anak belajar, di dalam kelas, di halaman sekolah maupun di luarnya”
atau “segala kegiatan di bawah tanggung jawab sekolah yang memengaruhi anak
dalam pendidikannya” (Team Pembina Mata Kuliah Didaktik Metodik, 1995:97).
Pendapat ini timbul karena
para pendidik kini beranggapan, dengan memperhatikan pengaruh hidden curriculum sangat membutuhkan pemikiran-pemikiran
dan pertimbangan-pertimbangan yang lebih luas dan mungkin biaya yang lebih
besar daripada merencanakan kurikulum yang bersifat tertulis. Yang termasuk hidden curriculum, misalnya dengan
tersedianya ruang perpustakaan yang nyaman dan buku-buku yang lengkap akan
dengan sendirinya meningkatkan gairah membaca murid-murid.
Karakteristik lain dari kurikulum terutama stated curriculum yaitu sebagai berikut.
a. Kurikulum harus bersifat fleksibel, mudah diubah menuju ke kesempurnaan, sesuai
dengan kubutuhan dan kemajuan ilmu pengetahuan.
b. Kurikulum adalah deskripsi atau uraian tentang rencana atau program yang akan
dilaksanakan.
c. Kurikulum biasanya berisi tentang bermacam-macam bidang studi (areas of learning).
d. Kurikulum dapat diperuntukkan bagi seorang pelajar saja atau disusun bagi suatu
kelompok yang besar.
e. Kurikulum selalu berhubungan dengan atau merupakan program dari suatu lembaga
pendidikan (educational centre).
(Team Pembina Mata Kuliah
Didaktik Metodik, 1995:100).
B.
Konsep Dasar Kurikulum
Konsep kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktik
pendidikan, juga bervariasi sesuai dengan aliran atau teori pendidikan yang
dianutnya. Menurut pandangan lama, kurikulum merupakan kumpulan mata-mata
pelajaran yang harus disampaikan guru atau dipelajari oleh siswa. Anggapan ini
telah ada sejak zaman Yunani Kuno, dalam lingkungan atau hubungan tertentu
pandangan ini masih dipakai sampai sekarang, yaitu kurikulum sebagai “... a raccecourse of subject matter to be
mastered” (Robert S. Zais, 1976:7 dalam Sukmadinata, 1997:4). Banyak orang tua bahkan juga guru-guru, kalau ditanya tentang kurikulum
akan memberikan jawaban sekitar bidang studi atau mata-mata pelajaran. Lebih
khusus mungkin kurikulum diartikan hanya sebagai isi pelajaran.
Pendapat-pendapat yang muncul selanjutnya telah beralih dari menekankan
pada isi menjadi lebih memberikan tekanan pada pengalaman belajar. Menurut
Caswel dan Campell dalam bukku mereka yang terkenal Curriculum Development (1935), kurikulum ... to be composed of all the experiences children have under the
guidance of teachers. Perubahan penekanan pada pengalaman ini lebih jelas
ditegaskan oleh Roland C. Doll (1974:22 dalam
Sukmadinata, 1997:4):
The commonly accepted definition of curriculum has changed from content of
courses of study and list of subjects and courses to all the experiences which
are offered to learners under the auspices or direction of the school..
Definisi Doll tidak hanya menunjukan adanya perubahan penekanan dari isi
kepada proses, tetapi juga menunjukan adanya perubahan lingkup, dari konsep
yang sangat sempit kepada yang lebih luas. Apa yang dimaksud dengan pengalaman
siswa yang diarahkan atau menjadi tanggung jawab sekolah mengandung makna yang
cukup luas. Pengalaman tersebut dapat berlangsung di sekolah, di rumah ataupun
di masyarakat, bersama guru atau tanpa guru, berkenaan langsung dengan
pelajaran ataupun tidak. Definisi tersebut juga mecakup berbagai upaya guru
dalam mendorong terjadinya pengalaman tersebut serta berbagai fasilitas yang
mendukungnya.
Mauritz Johnson (1967:30 dalam Sukmadinata, 1997:5) mengajukan keberatan
terhadap Doll. Menurut Johnson, pengalaman hanya akan muncul apabila terjadi
interaksi antara siswa dengan lingkungannya. Interaksi seperti itu bukan
kurikulum, tetapi pengajaran. Kurikulum hanya menggambarkan atau mengantisipasi
hasil dari pengajaran. Johnson membedakan dengan tegas antara kurikulum dengan
pangajaran. Semua yang berkenaan dengan perencanaan dan pelasanaan, seperti perencanaan
isi, kegiatan belajar mengajar, evaluasi, termasuk pengajaran, sedangkan
kurikulum hanya berkenaan dengan hasi-hasil belajar yang diharapkan dicapai
oleh siswa. Menurut Johnson kurikulum
adalah ... a structured series of
intended learning outcomes (Johnson, 167:130 dalam
Sukmadinata, 1997:5).
Terlepas dari pro dan kontra terhadap pendapat Mauritz Jonhson, beberapa
ahli memandang kurikulum sebagai rencana pendidikan atau pengajaran. Salah
seorang diantara mereka adalah Mac Donald (1965:3 dalam Sukmadinata,
1997:5) Menurut dia, sistem persekolahan
terbentuk atas empat sub sistem, yaitu mengajar, belajar, pembelajaran, dan
kurikulum. Mengajar (teaching) merupakan
kegiatan atau perlakuan profesional yang diberikan oleh guru . Belajar ((learning) merupakan kegiatan atau upaya
yang dilakun siswa sebagai respons terhadap kegiatan yang diberikan oleh
guru. Keseluruhan pertautan kegiatan
yang memungkinkan dan berkenaan dengan terjadinya interaksi belajar mengajar
disebut pembelajaran (intruction). Kurikulum
(curriculum) merupakan suatu rencana
yang memberi pedoman atau pegangan dalam proses kegiatan belajar mengajar.
Kurikulum juga sering dibedakan antara kurikulum sebagai rencana (curriculum plan) dengan kurikulum yang
fungsional (functioning curriculum).
Menurut Beauchamp (1968:6 dalam Sukmadinata, 1997:5) “ A curriculum is written document
which may contain many ingredients, but basically it is a plan for the
education of pupil during their enrollment in given school”. Beauchamp
lebih memberikan tekanan bahwa kurikulum adalah suatu rencana pendidikan atau
pengajaran. Pelaksanaan itu sudah masuk pengajaran. Selanjutnya, dokumen
tertulisnya saja, melainkan harus dinilai
dalam proses pelaksanaan fungsinya di dalam kelas. Kurikulum bukan hanya
merupakan rencana tertulis bagi pengajaran, melainkan suatu yang fungsional
yang beroperasi dalam kelas, yang memberi pedoman dan mengatur linhkungan dan
kegiatan yang berlangsung di dalam kelas. Rencana tertulis merupakan dokumen
kurikulum (curriculum document or inert
curriculum), sedangkan yang
dioperasikan di kelas merupakan kurikulum fungsional (functioning, live operative curriculum).
Hilda Taba (1962 dalam Sukmadinata, 1997:6) memunyai pendapat yang berbeda denga pendapat-pendapat yang berbeda dengan pendapat-pendapat itu. Perbedaan antara kurikulum dan
pengajaran menurut dia bukan terletak pada implementasinya, tetapi pada
keluasan cakupannya. Kurikulum berkenaan dengan cakupan tujuan isi dan metode
khusus menjadi tugas pengajaran. Menurut Taba keduanya membentuk satu kontinum,
kurikulum terletak pada ujung tujuan umum atau tujuan jangka panjang, sedangkan
pengajaran pada ujung lainnya yaitu yang lebih khusus atau tujuan dekat.
Menurut Taba, batas antara
keduannya sangat relatif, bergantung pada tafsiran guru. Sebagai contoh, dalam
kurikulum (tertulis), is harus digambarkan serinci, sekhusus mungkin agar mudah
dipahami guru, tetapi cukup luas dan umum sehingga memungkinkan mencakup semua
bahan yang dapat dipilih oleh guru sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa
serta kemampuan guru. Kurikulum memberikan pegangan bagi pelaksanaan pengajaran
dikelas, tetapi merupakan tugas dan tanggung jawab guru untuk menjabarkannya.
Suatu kurikulum, apakah itu kurikulum pendidikan dasar, pendidikan menengah
atau perguruan tinggi, kurikulum sekolah umum, kejuruan, dan lain-lain
merupakan perwujudan atau penerapan
teori-teori kurikulum. Teori-teori tersebut merupakan hasil pengkajian,
penelitian, dan pengembangan para ahli kurikulum. Menurut, Robert S. Zais
(1976:3 dalam Sukmadinata, 1997:6), kurikulum sebagai bidang
studi mencakup (1) the range of subject metters with which it is
concerned (the substantive structure), and (2) the procedures of inquiry and
practice that it follows (the syntactical structure)” Menurut George A.
Beauchamp (1976:58-59 dalam Sukmadinata, 1997:5) kurikulum sebagai bidang studi membentuk teori kurikulum sebagai ...a set of related statment thet gives meaning
to a schools’s curicculum by pointing up the relationships among its element
and by directing its development, its use, and its evaluation.
Bidang cakupan teori atau bidang studi kurikulum meliputi (1) konsep
kurikulum, (2) penentuan kurikulum, (3) pengembangan kurikulum, (4) desain
kurikulum, (5) implementasi dan (6)
evaluasi kurikulum.
Selain sebagai bidang studi menurut Beauchamp, kurikulum juga sebagai
rencana pengajaran dan sebagai suatu sistem (sistem kurikulum) yang merupakan
bagian dari sistem persekolahan. Sebagai suatu rencana pengajaran, kurikulum
berisi tujuan yang ingin dicapai, bahan yang akan disajikan, kegiatan
pengajaran, alat-alat pengajaran dan jadwal waktu pengajran. Sebagai suatu
sisten, kurikulum merupakan bagian atau subsistem dari keseluruhan kerangka
organisasi sekolah atau sistem sekolah.
Kurikulum sebagai suatu sistem menyangkut penentuan segala kebijakan tentang
kurikulum , susunan personalia dan prosedur pengembangan kurikulum, penerapan,
evaluasi , dan penyempurnaannya. Fungsi utama sistem kurikulum adalah dalam
pengembangan, penerapan, evaluasi, dan penyempurnaannya, baik sebagai dokumen
tertulis maupun aplikasinya dan menjaga agar kurikulum tetap dinamis.
Mengenai fungsi sistem kurikulum ini, lebih lanjut Beauchamp (1975:60 dalam Sukmadinata, 1997:5) menggambarkan:
...(1) the
choice of arena for curriculum decision making, (2) the selection and
involvement of person in curriculum planning, (3) organization for and
techniques used in curriculum planning, (4) actual writing of a curriculum, (5)
implementing the curriculum, (6) evaluation the curriculum, and (7) providing
for feedback and modification of the curriculum.
Apa yang dikemukakan oleh Beauchamp bukan hanya menunjukan fungsi tetapi
juga struktur dari sistem kurikulum, yang secara garis besar berkenaan dengan
pengembangan, pelaksanaan, dan evaluasi kurikulum.
C.
Sejarah Perkembangan Kurikulum 1947
sampai Kurikulum 2013.
Sejarah mencatat bahwa Kurikulum yang pernah berlaku
di Indonesia yakni kurikulum 1947 sampai kurikulum 2013, kurikulum tersebut
mengalami pembaruan-pembaruan mengikuti perkembangan dunia pendidikan yang
semakin modern dan tentunya karena faktor perkembangan zaman. Berikut kurikulum
1947 sampai dengan kurikulum 2013 :
1.
Kurikulum 1947
Kurikulum pertama yang lahir pada
masa kemerdekaan memakai istilah dalam bahasa Belanda leer plan artinya rencana
pelajaran, istilah ini lebih popular dibanding istilah curriculum (bahasa
Inggris). Perubahan arah pendidikan lebih bersifat politis, dari orientasi
pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Sedangkan asas pendidikan
ditetapkan Pancasila. Kurikulum yang berjalan saat itu dikenal dengan sebutan
Rentjana Pelajaran 1947, yang baru dilaksanakan pada tahun 1950. Sejumlah
kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950.
Bentuknya memuat dua hal pokok: a. Daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya,
b. Garis-garis besar pengajaran.
Pada saat itu, kurikulum pendidikan
di Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang,
sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakan sebelumnya. Rentjana Pelajaran
1947 boleh dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda.
Karena suasana kehidupan berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut
kemerdekaan maka pendidikan lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia
Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka
bumi ini. Orientasi Rencana Pelajaran 1947 tidak menekankan pada pendidikan
pikiran. Yang diutamakan adalah: pendidikan watak, kesadaran bernegara dan
bermasyarakat. Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari,
perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.
2.
Kurikulum 1952, Rentjana Pelajaran
Terurai 1952
Pada tahun 1952 kurikulum di
Indonesia mengalami penyempurnaan. Kurikulum ini lebih merinci setiap mata
pelajaran yang kemudian diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum
ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol
dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus
memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
Kurikulum ini lebih merinci setiap
mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata
pelajarannya jelas sekali, seorang guru mengajar satu mata pelajaran,” kata
Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode 1991-1995. Pada masa
itu juga dibentuk kelas Masyarakat. Yaitu sekolah khusus bagi lulusan Sekolah
Rendah 6 tahun yang tidak melanjutkan ke SMP. Kelas masyarakat mengajarkan keterampilan,
seperti pertanian, pertukangan, dan perikanan tujuannya agar anak tak mampu
sekolah ke jenjang SMP, bisa langsung bekerja.
3.
Kurikulum 1964, Rentjana Pendidikan
1964
Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964
yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai
keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada
jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana
(Hamalik, 2004), yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keterampilann,
dan jasmani. Ada yang menyebut Panca wardhana berfokus pada pengembangan daya
cipta, rasa, karsa, karya, dan moral. Mata pelajaran diklasifikasikan dalam
lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan
(keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada
pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.
4.
Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan
kurikulum 1964, yakni dilakukan perubahan struktur kulrikulum pendidikan dari
pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan
kecakapan khusus. Kurikulum ini merupakan perwujudan perubahan orientasi pada
pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis
yaitu mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde
Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968
menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan
Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9.
Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat. “Hanya memuat mata
pelajaran pokok-pokok saja,” katanya. Muatan materi pelajaran bersifat
teoritis, tak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik
beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap
jenjang pendidikan.
5.
Kurikulum Periode 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada
tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. “Yang melatarbelakangi
adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by objective)
yang terkenal saat itu,” kata Drs. Mudjito, Ak, MSi, Direktur Pembinaan TK dan
SD Depdiknas. Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur
Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan
pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan.
Setiap satuan pelajaran dirinci lagi
dalam bentuk Tujuan Instruksional Umum (TIU), Tujuan Instruksional Khusus
(TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar mengajar, dan
evaluasi. Guru harus trampil menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap
kegiatan pembelajaran.
6.
Kurikulum
1984, Kurikulum 1975 yang Disempurnakan
Kurikulum 1984 mengusung process
skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap
penting. Kurikulum ini juga sering disebut Kurikulum 1975 yang disempurnakan.
Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu,
mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara
Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL). Tokoh penting
dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala
Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986.
Konsep CBSA yang elok secara
teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami
banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak
sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di
ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan
yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah. Akhiran penolakan CBSA
bermunculan.
7.
Kurikulum 1994 dan Suplemen
Kurikulum 1999
Kurikulum
1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan
Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini
berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari
sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang
pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi
kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak.
Tujuan pengajaran menekankan pada pemahaman konsep dan keterampilan
menyelesaikan soal dan pemecahan masalah. Kurikulum 1994 bergulir lebih pada
upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya. “Jiwanya ingin mengkombinasikan
antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, antara pendekatan proses,” kata
Mudjito menjelaskan.
Pada
kurikulum 1994 perpaduan tujuan dan proses belum berhasil karena beban belajar
siswa dinilai terlalu berat. Dari muatan nasional hingga lokal. Materi muatan
lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah
kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan
kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk dalam
kurikulum. Walhasil, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat.
Kehadiran Suplemen Kurikulum 1999 lebih
pada menambal sejumlah materi.
8.
Kurikulum 2004, KBK (Kurikulum
Berbasis Kompetensi)
Kurikulum
2004, disebut juga Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Suatu program
pendidikan berbasis kompetensi harus mengandung tiga unsur pokok, yaitu:
pemilihan kompetensi yang sesuai; spesifikasi indikator-indikator evaluasi
untuk menentukan keberhasilan pencapaian kompetensi; dan pengembangan
pembelajaran.
Ciri-ciri KBK sebagai berikut:
1. Menekankan pada ketercapaian kompetensi
siswa baik secara individual maupun klasikal, berorientasi pada hasil belajar
(learning outcomes) dan keberagaman.
2. Kegiatan pembelajaran menggunakan
pendekatan dan metode yang bervariasi,
3. Sumber belajar bukan hanya guru,
tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
4. Penilaian menekankan pada proses dan hasil
belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
5. Struktur
kompetensi dasar KBK ini dirinci dalam komponen aspek, kelas dan semester.
6. Keterampilan dan pengetahuan dalam setiap
mata pelajaran, disusun dan dibagi menurut aspek dari mata pelajaran tersebut.
7. Pernyataan hasil belajar ditetapkan untuk
setiap aspek rumpun pelajaran pada setiap level.
8. Perumusan hasil belajar adalah untuk
menjawab pertanyaan,
a. Apa
yang harus siswa ketahui dan mampu lakukan sebagai hasil belajar mereka pada
level ini?
b. Hasil belajar mencerminkan keluasan,
kedalaman, dan kompleksitas kurikulum dinyatakan dengan kata kerja yang dapat
diukur dengan berbagai teknik penilaian.
9. Setiap hasil belajar memiliki
seperangkat indikator. Perumusan indikator adalah untuk menjawab
pertanyaan, Bagaimana kita mengetahui
bahwa siswa telah mencapai hasil belajar yang diharapkan?
Pendidikan berbasis kompetensi
menitikberatkan pada pengembangan kemampuan untuk melakukan kompetensi
tugas-tugas tertentu sesuai dengan standar performance yang telah
ditetapkan. Hal ini mengandung arti
bahwa pendidikan mengacu pada upaya penyiapan individu yang mampu melakukan
perangkat kompetensi yang telah ditentukan. Implikasinya adalah perlu
dikembangkan suatu kurikulum berbasis kompetensi sebagai pedoman pembelajaran.
Kompetensi merupakan pengetahuan,
keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir
dan bertindak. Kebiasaan berpikir dan bertindak secara konsisten dan terus
menerus dapat memungkinkan seseorang untuk menjadi kompeten, dalam arti
memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan
sesuatu (Puskur, 2002:55).
Kurikulum 2004 lebih keren dengan
nama Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap mata pelajaran dirinci
berdasarkan kompetensi apa yang mesti di capai siswa. Kerancuan muncul pada
alat ukur pencapaian kompetensi siswa yang berupa Ujian Akhir Sekolah dan Ujian
Nasional yang masih berupa soal pilihan ganda. Bila tujuannya pada pencapaian
kompetensi yang diinginkan pada siswa, tentu alat ukurnya lebih banyak pada
praktik atau soal uraian yang mampu mengukur sejauh mana pemahaman dan
kompetensi siswa. Walhasil, hasil KBK tidak memuaskan dan guru-guru pun tak
paham betul apa sebenarnya kompetensi yang diinginkan pembuat kurikulum.
10. Kurikulum Periode KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran) 2006
Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan,
muncullah KTSP. Disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang
selanjutnya ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional melalui Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) nomor 22, 23, dan 24 tahun 2006.
Menurut Undang-undang nomor 24 tahun 2006 pasal 1 ayat 15, Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan
dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. Jadi, penyusunan KTSP
dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan standar kompetensi serta
kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan
(BSNP). Disamping itu, pengembangan KTSP harus disesuaikan dengan kondisi
satuan pendidikan, potensi dan karakteristik daerah, serta peserta didik.
Penyusunan kurikulum tingkat satuan
pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah berpedoman pada panduan
yang disusun oleh BSNP dimana panduan tersebut berisi sekurang-kurangnya
model-model kurikulum tingkat satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar
dan menengah. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tersebut dikembangkan
sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/ karakteristik daerah, sosial
budaya masyarakat setempat, dan peserta didik.
Tujuan KTSP ini meliputi tujuan
pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi
daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun
oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan
kebutuhan dan potensi yang ada di daerah. Tujuan Panduan Penyusunan KTSP ini
untuk menjadi acuan bagi satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB,
SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum yang akan
dilaksanakan pada tingkat satuan pendidikan yang bersangkutan.
Dengan terbitnya permen nomor 24
tahun 2006 yang mengatur pelaksanaan permen nomor 22 tahun 2006 tentang standar
isi kurikulum dan permen nomor 23 tahun 2006 tentang standar kelulusan,
lahirlah kurikulum 2006 yang pada dasarnya sama dengan kurikulum 2004.
Perbedaan yang menonjol terletak pada kewenangan dalam penyusunannya, yaitu
mengacu pada jiwa dari desentralisasi sistem pendidikan.
Pada kurikulum 2006, pemerintah
pusat menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar, sedangkan sekolah
dalam hal ini guru dituntut untuk mampu mengembangkan dalam bentuk silabus dan
penilaiannya sesuai dengan kondisi sekolah dan daerahnya. Hasil pengembangan
dari semua mata pelajaran, dihimpun menjadi sebuah perangkat yang dinamakan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Penyusunan KTSP menjadi tanggung
jawab sekolah di bawah binaan dan pemantauan dinas pendidikan daerah dan
wilayah setempat.
Pada akhir tahun 2012 KTSP dianggap
kurang berhasil, karena pihak sekolah dan para guru belum memahami seutuhnya
mengenai KTSP dan munculnya beragam kurikulum yang sulit mencapai tujuan
pendidikan nasional. Maka mulai awal tahun 2013 KTSP dihentikan pada beberapa
sekolah dan digantikan dengan kurikulum
yang baru.
11.
Kurikulum Periode 2013
Kurikulum 2013 merupakan penyempurnaan,
modivikasi dan pemutakhiran dari kurikulum sebelumnya. Sampai saat ini pun saya
belum menerima wujud aslinya seperti apa. Namun berdasarkan informasi beberapa
hal yang baru pada kurikulum 2013.
Kurikulum 2013 sudah
diimplementasikan pada tahun pelajaran 2013/2014 pada sekolah-sekolah tertentu
(terbatas). Kurikulum 2013 diluncurkan secara resmi pada tanggal 15 Juli 2013.
Sesuatu yang baru tentu mempunyai perbedaan dengan yang lama.
DAFTAR PUSTAKA
http://ekarahmabersamawardah.blogspot.co.id/2013/09/hakikat-kurikulum-konsep-dasar.html
http://www.gurungapak.com/2016/03/perkembangan-kurikulum-1947-sampai.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar