Nama : Rani Dwi Maryanti
NIM : 2015.82.0048
Kelas : BSD Semester 5
Tugas : Model Instruksional Desain “Taksonomi
Bloom”
Dosen : Dr. Dirgantara Wicaksono, M.Pd, MM.
Bloom's Taxonomy
"In 1956, Benjamin Bloom headed a
group of educational psychologists who developed a classification of levels of
intellectual behavior important in learning. Bloom found that over 95 % of the
test questions students encounter require them to think only at the lowest
possible level...the recall of information.
Bloom identified six levels within the cognitive domain, from the simple recall or recognition of facts, as the lowest level, through increasingly more complex and abstract mental levels, to the highest order which is classified as evaluation. Verb examples that represent intellectual activity on each level are listed here.
Bloom's Taxonomy
a.
Knowledge: arrange,
define, duplicate, label, list, memorize, name, order, recognize, relate,
recall, repeat, reproduce state.
b.
Comprehension:
classify, describe, discuss, explain, express, identify, indicate, locate,
recognize, report, restate, review, select, translate,
c.
Application: apply,
choose, demonstrate, dramatize, employ, illustrate, interpret, operate,
practice, schedule, sketch, solve, use, write.
d.
Analysis: analyze,
appraise, calculate, categorize, compare, contrast, criticize, differentiate,
discriminate, distinguish, examine, experiment, question, test.
e.
Synthesis: arrange,
assemble, collect, compose, construct, create, design, develop, formulate, manage,
organize, plan, prepare, propose, set up, write.
f.
Evaluation: appraise,
argue, assess, attach, choose compare, defend estimate, judge, predict, rate,
core, select, support, value, evaluate.
"During the 1990's a
new group of cognitive psychologists, lead by Lorin Anderson (a former student
of Bloom), updated the taxonomy to reflect relevance to 21st century work. The
new taxonomy includes a higher level cognitive performance titled 'Create.
Analisis
Menurut saya, pada hakikatnya belajar merupakan proses
perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri seseorang. Seseorang
menjadi dewasa karena dia telah melewati sebuah
proses yang direncanakan maupun tidak direncanakan. Sebagian besar
proses pembelajaran di Indonesia yang terjadi pada umumnya adalah siswa lebih
banyak dituntut untuk mendengarkan dari pada aktif dan kreatif dikelas, mereka
hanya dijadikan sebagai objek dalam belajar, hal ini terjadi dari jenjang
pendidikan tingkat dasar sampai menengah atas, hampir 12 tahun seperti itu,
bahkan saya pun pernah merasakanya ketika duduk di Sekolah dasar hingga Sekolah
Menengah Atas. Maka tidak heran ketika memasuki perguruan tinggi siswa tidak
siap dengan metode belajar mandiri.
Lalu pada dasarnya proses pendidikan itu saling
berkesinambungan, artinya proses pendidikan sebelumnya akan memengaruhi proses
pendidikan selanjutnya, oleh karena itu dengan memfokuskan student center, disini siswa merupakan subjek dalam pembelajaran
harus benar-benar diterapkan oleh para pendidik di semua jenjang pendidikan
karena hal tersebut akan berpengaruh terhadap cara mereka belajar seterusnya. Untuk
mengetahui sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai atau untuk
mengetahui keberhasilan proses dan hasil belajar siswa. Dalam sistem pendidikan
nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan
instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang
secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah
afektif, dan ranah psikomotorik.
Salah satu prinsip dasar yang harus senantiasa
diperhatikan dan dipegangi dalam rangka evaluasi hasil belajar adalah prinsip
kebulatan, dengan prinsip evaluator dalam melaksanakan evaluasi hasil belajar
dituntut untuk mengevaluasi secara menyeluruh terhadap peserta didik, baik dari
segi pemahamannya terhadap materi atau bahan pelajaran yang telah diberikan
(aspek kognitif), maupun dari segi penghayatan (aspek afektif), dan
pengamalannya (aspek psikomotor).
Ketiga aspek atau ranah tersebut erat sekali dan bahkan
tidak mungkin dapat dilepaskan dari kegiatan atau proses evaluasi hasil
belajar. Benjamin S. Bloom berpendapat bahwa pengelompokkan tujuan pendidikan
itu harus senantiasa mengacu kepada tiga jenis domain (daerah binaan atau
ranah) yang memelekat pada diri peserta didik, yaitu:
1.
Cognitive
Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku
yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan
keterampilan berpikir.
2.
Affective
Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang
menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara
penyesuaian diri.
3.
Psychomotor
Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang
menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik,
berenang, dan mengoperasikan mesin
Saya akan meganalisis,
Ranah Kognitif dalam Taksonomi Bloom, dimana Ranah Kognitif ini sangat di
fokuskan, atau seringnya mendapat perhatian untuk di terapkan di proses belajar
mengajar di sekolah. saya sangat setuju dengan penataan dalam piramida ini karena
tertata dengan rapih, dimana kita bisa melihat sampai mana pencapaian kita
dalam belajar. berikut akan saya jelaskan secara detail dalam pembagian ranah
kognitif :
1.
Pengetahuan (Knowledge)
Berisikan
kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta,
gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, dsb. Sebagai contoh, ketika
diminta menjelaskan manajemen kualitas, orang yg berada di level ini bisa
menguraikan dengan baik definisi dari kualitas, karakteristik produk yang
berkualitas, standar kualitas minimum untuk produk.
2.
Pemahaman (Comprehension)
Berisikan
kemampuan mendemonstrasikan fakta dan gagasan mengelompokkan dengan
mengorganisir, membandingkan, menerjemahkan, memaknai, memberi deskripsi, dan
menyatakan gagasan utama.
3.
Aplikasi (Application)
Di
tingkat ini, seseorang memiliki kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur,
metode, rumus, teori, dsb di dalam kondisi kerja. Sebagai contoh, ketika diberi
informasi tentang penyebab meningkatnya reject di produksi, seseorang yg berada
di tingkat aplikasi akan mampu merangkum dan menggambarkan penyebab turunnya
kualitas dalam bentuk fish bone diagram.
4.
Analisis (Analysis)
Di
tingkat analisis, seseorang akan mampu menganalisis informasi yang masuk dan
membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil
untuk mengenali pola atau hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan
faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yg rumit. Sebagai contoh, di
level ini seseorang akan mampu memilah-milah penyebab meningkatnya reject,
membanding-bandingkan tingkat keparahan dari setiap penyebab, dan menggolongkan
setiap penyebab ke dalam tingkat keparahan yg ditimbulkan.
5.
Sintesis (Synthesis)
Satu
tingkat di atas analisis, seseorang di tingkat sintesis akan mampu menjelaskan
struktur atau pola dari sebuah skenario yang sebelumnya tidak terlihat, dan
mampu mengenali data atau informasi yang harus didapat untuk menghasilkan
solusi yg dibutuhkan. Sebagai contoh, di tingkat ini seorang manajer kualitas
mampu memberikan solusi untuk menurunkan tingkat reject di produksi berdasarkan
pengamatannya terhadap semua penyebab turunnya kualitas produk.
6. Evaluasi
(Evaluation)
Dikenali
dari kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, metodologi,
dsb dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yg ada untuk memastikan
nilai efektivitas atau manfaatnya. Sebagai contoh, di tingkat ini seorang
manajer kualitas harus mampu menilai alternatif solusi yg sesuai untuk
dijalankan berdasarkan efektivitas, urgensi, nilai manfaat, nilai ekonomis, dsb.
Di dalam piramida di
atas, tiga level pertama (terbawah) merupakan Lower Order Thinking Skills, sedangkan tiga level
berikutnya Higher Order Thinking
Skill. Jadi, dalam menginterpretasikan piramida di atas, secara logika
adalah sebagai berikut:
1.
Sebelum kita memahami sebuah konsep maka
kita harus mengingatnya terlebih dahulu.
2.
Sebelum kita menerapkan maka kita harus
memahaminya terlebih dahulu.
3.
Sebelum kita menganalisa maka kita harus
menerapkannya dulu.
4.
Sebelum kita mengevaluasi maka kita
harus menganalisa dulu.
5.
Sebelum kita berkreasi atau menciptakan
sesuatu, maka kita harus mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis dan
mengevaluasi.
Beberapa kritik
dilemparkan kepada penggambaran piramida ini. Ada yang beranggapan bahwa semua
kegiatan tidak selalu harus melewati tahap yang berurutan. Proses pembelajaran
dapat dimulai dari tahap mana saja tergantung kreasi tiap orang. Namun
demikian, memang diakui bahwa pentahapan itu sebenarnya cocok untuk proses pembelajaran
yang terintegrasi. Hingga saat ini ranah afektif dan psikomotorik belum
mendapat perhatian. Skill menekankan aspek psikomotorik yang
membutuhkan koordinasi jasmani sehingga lebih tepat dipraktekkan bukan dipelajari. Attitude juga
merupakan faktor yang sulit diubah selama proses pembelajaran karena attitude terbentuk
sejak lahir.