Rabu, 25 Oktober 2017

Dr. Dirgantara Wicaksono, M.Pd, MM. Tugas Perencanaan Pembelajaran. Judul Model Instruksional Design "Bloom's Taxonomy"

Nama         : Rani Dwi Maryanti
NIM           : 2015.82.0048
Kelas          : BSD Semester 5
Tugas         : Model Instruksional Desain “Taksonomi Bloom”
Dosen         : Dr. Dirgantara Wicaksono, M.Pd, MM.

Bloom's Taxonomy

"In 1956, Benjamin Bloom headed a group of educational psychologists who developed a classification of levels of intellectual behavior important in learning. Bloom found that over 95 % of the test questions students encounter require them to think only at the lowest possible level...the recall of information.

Bloom identified six levels within the cognitive domain, from the simple recall or recognition of facts, as the lowest level, through increasingly more complex and abstract mental levels, to the highest order which is classified as evaluation. Verb examples that represent intellectual activity on each level are listed here.


Bloom's Taxonomy

a.         Knowledge: arrange, define, duplicate, label, list, memorize, name, order, recognize, relate, recall, repeat, reproduce state. 
b.        Comprehension: classify, describe, discuss, explain, express, identify, indicate, locate, recognize, report, restate, review, select, translate, 
c.         Application: apply, choose, demonstrate, dramatize, employ, illustrate, interpret, operate, practice, schedule, sketch, solve, use, write. 
d.        Analysis: analyze, appraise, calculate, categorize, compare, contrast, criticize, differentiate, discriminate, distinguish, examine, experiment, question, test. 
e.         Synthesis: arrange, assemble, collect, compose, construct, create, design, develop, formulate, manage, organize, plan, prepare, propose, set up, write. 
f.         Evaluation: appraise, argue, assess, attach, choose compare, defend estimate, judge, predict, rate, core, select, support, value, evaluate.

"During the 1990's a new group of cognitive psychologists, lead by Lorin Anderson (a former student of Bloom), updated the taxonomy to reflect relevance to 21st century work. The new taxonomy includes a higher level cognitive performance titled 'Create.


Analisis
            Menurut saya, pada hakikatnya belajar merupakan proses perubahan tingkah laku yang terjadi pada  diri seseorang. Seseorang menjadi dewasa karena dia telah melewati  sebuah proses  yang direncanakan maupun tidak direncanakan. Sebagian besar proses pembelajaran di Indonesia yang terjadi pada umumnya adalah siswa lebih banyak dituntut untuk mendengarkan dari pada aktif dan kreatif dikelas, mereka hanya dijadikan sebagai objek dalam belajar, hal ini terjadi dari jenjang pendidikan tingkat dasar sampai menengah atas, hampir 12 tahun seperti itu, bahkan saya pun pernah merasakanya ketika duduk di Sekolah dasar hingga Sekolah Menengah Atas. Maka tidak heran ketika memasuki perguruan tinggi siswa tidak siap dengan metode belajar mandiri.
            Lalu pada dasarnya proses pendidikan itu saling berkesinambungan, artinya proses pendidikan sebelumnya akan memengaruhi proses pendidikan selanjutnya, oleh karena itu dengan memfokuskan student center, disini siswa merupakan subjek dalam pembelajaran harus benar-benar diterapkan oleh para pendidik di semua jenjang pendidikan karena hal tersebut akan berpengaruh terhadap cara mereka belajar seterusnya. Untuk mengetahui sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai atau untuk mengetahui keberhasilan proses dan hasil belajar siswa. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik.
            Salah satu prinsip dasar yang harus senantiasa diperhatikan dan dipegangi dalam rangka evaluasi hasil belajar adalah prinsip kebulatan, dengan prinsip evaluator dalam melaksanakan evaluasi hasil belajar dituntut untuk mengevaluasi secara menyeluruh terhadap peserta didik, baik dari segi pemahamannya terhadap materi atau bahan pelajaran yang telah diberikan (aspek kognitif), maupun dari segi penghayatan (aspek afektif), dan pengamalannya (aspek psikomotor).
            Ketiga aspek atau ranah tersebut erat sekali dan bahkan tidak mungkin dapat dilepaskan dari kegiatan atau proses evaluasi hasil belajar. Benjamin S. Bloom berpendapat bahwa pengelompokkan tujuan pendidikan itu harus senantiasa mengacu kepada tiga jenis domain (daerah binaan atau ranah) yang memelekat pada diri peserta didik, yaitu:
1.      Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir.
2.      Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri.
3.      Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin
Saya akan meganalisis, Ranah Kognitif dalam Taksonomi Bloom, dimana Ranah Kognitif ini sangat di fokuskan, atau seringnya mendapat perhatian untuk di terapkan di proses belajar mengajar di sekolah. saya sangat setuju dengan penataan dalam piramida ini karena tertata dengan rapih, dimana kita bisa melihat sampai mana pencapaian kita dalam belajar. berikut akan saya jelaskan secara detail dalam pembagian ranah kognitif :
1.      Pengetahuan (Knowledge)
Berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, dsb. Sebagai contoh, ketika diminta menjelaskan manajemen kualitas, orang yg berada di level ini bisa menguraikan dengan baik definisi dari kualitas, karakteristik produk yang berkualitas, standar kualitas minimum untuk produk.

2.      Pemahaman (Comprehension)
Berisikan kemampuan mendemonstrasikan fakta dan gagasan mengelompokkan dengan mengorganisir, membandingkan, menerjemahkan, memaknai, memberi deskripsi, dan menyatakan gagasan utama.

3.      Aplikasi (Application)
Di tingkat ini, seseorang memiliki kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur, metode, rumus, teori, dsb di dalam kondisi kerja. Sebagai contoh, ketika diberi informasi tentang penyebab meningkatnya reject di produksi, seseorang yg berada di tingkat aplikasi akan mampu merangkum dan menggambarkan penyebab turunnya kualitas dalam bentuk fish bone diagram.

4.      Analisis (Analysis)
Di tingkat analisis, seseorang akan mampu menganalisis informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yg rumit. Sebagai contoh, di level ini seseorang akan mampu memilah-milah penyebab meningkatnya reject, membanding-bandingkan tingkat keparahan dari setiap penyebab, dan menggolongkan setiap penyebab ke dalam tingkat keparahan yg ditimbulkan.

5.      Sintesis (Synthesis)
Satu tingkat di atas analisis, seseorang di tingkat sintesis akan mampu menjelaskan struktur atau pola dari sebuah skenario yang sebelumnya tidak terlihat, dan mampu mengenali data atau informasi yang harus didapat untuk menghasilkan solusi yg dibutuhkan. Sebagai contoh, di tingkat ini seorang manajer kualitas mampu memberikan solusi untuk menurunkan tingkat reject di produksi berdasarkan pengamatannya terhadap semua penyebab turunnya kualitas produk.

6.      Evaluasi (Evaluation)
Dikenali dari kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, metodologi, dsb dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yg ada untuk memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya. Sebagai contoh, di tingkat ini seorang manajer kualitas harus mampu menilai alternatif solusi yg sesuai untuk dijalankan berdasarkan efektivitas, urgensi, nilai manfaat, nilai ekonomis, dsb.


Di dalam piramida di atas, tiga level pertama (terbawah) merupakan Lower Order Thinking Skills, sedangkan tiga level berikutnya  Higher Order Thinking Skill. Jadi, dalam menginterpretasikan piramida di atas, secara logika adalah sebagai berikut:
1.      Sebelum kita memahami sebuah konsep maka kita harus mengingatnya terlebih dahulu.
2.      Sebelum kita menerapkan maka kita harus memahaminya terlebih dahulu.
3.      Sebelum kita menganalisa maka kita harus menerapkannya dulu.
4.      Sebelum kita mengevaluasi maka kita harus menganalisa dulu.
5.      Sebelum kita berkreasi atau menciptakan sesuatu, maka kita harus mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis dan mengevaluasi.
Beberapa kritik dilemparkan kepada penggambaran piramida ini. Ada yang beranggapan bahwa semua kegiatan tidak selalu harus melewati tahap yang berurutan. Proses pembelajaran dapat dimulai dari tahap mana saja tergantung kreasi tiap orang. Namun demikian, memang diakui bahwa pentahapan itu sebenarnya cocok untuk proses pembelajaran yang terintegrasi. Hingga saat ini ranah afektif dan psikomotorik belum mendapat perhatian. Skill menekankan aspek psikomotorik yang membutuhkan koordinasi jasmani sehingga lebih tepat dipraktekkan bukan dipelajari. Attitude juga merupakan faktor yang sulit diubah selama proses pembelajaran karena attitude terbentuk sejak lahir.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar